Perebutan Pemerintahan Perak Memanas
KUALA LUMPUR (SINDO) – Perang antara kubu oposisi dan Barisan Nasional (BN) memperebutkan pemerintahan negara bagian Perak kembali memanas. Berbagai cara digelar untuk menunda terbentuknya pemerintahan baru di negara bagian yang krusial itu.
Kubu oposisi meminta pemilu sela untuk mengakhiri kekisruhan politik di Perak setelah BN mengambil alih pemerintahan. Oposisi merasa percaya diri dengan pemilu sela yang telah diselenggarakan beberapa bulan bekakangan ini. Dengan demikian, jika adanya pemilu sela di Perak, diperkirakan oposisi akan memetik kemenangan di tengah popularitas BN yang kendor.
Pemilu sela dinilai sebagai solusi terakhir menyusul BN merasa berhak memerintah di Perak dengan dasar pembeleton anggota parlemen kubu oposisi. Sultan Perak pun membela BN dengan memerintahkan kubu oposisi mundur dari pemerintah, tapi menteri besar oposisi menolaknya.
Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi menyatakan ketidaksetujuannnya untuk menggelar pemilu sela di Perak. Dia menegaskan pemerintahan BN akan terus menjalankan amanat untuk memerintah Perak. “Dalam situasi yang ada sekarang ini, saya berpikir lebih baik sekiranya BN terus dengan pemerintahannya. Buatlah apa yang boleh untuk rakyat Perak,” kata Badawi seperti dikutip Malaysia Kini.
Sebelumnya pada Rabu (18/2), ketua kubu oposisi Dewan Perak menggunakan kekuatannya untuk menunda berjalannya pemerintahan baru negara bagian dan kabinetnya. “Mereka gagal untuk memberikan penjelasan atas sikapnya pada anggota dewan,” papar ketua kubu oposisi Dewan Perak V. Sivakumar.
Badawi juga ikut berbicara dengan penjegalan pemerintahan BN oleh ketua Dewan Perak. Dia mengatakan, perintah V Sivakumar melarang Menteri Besar Zambry Abdul Kadir daripada menghadiri persidangan dewan selama 18 bulan merupakan bentuk pembangkangan terhadap keputusan Sultan Perak Sultan Azlan Shah.
“Ketua dewan tidak boleh menghalangi. Pelantikan menteri besar telah direstui oleh Sultan. Jelas, dia (Sivakumar) memiliki rencana dan tipu muslihat,” papar Badawi. Dia juga menilai langkah Sivakumar merupakan rencana untuk menggulingkan pemerintah BN yang telah terwujud di Perak.
Langkah Sivakumar menjadi polemik dan memicu debat berkepanjangan diantara pengacara hukum atas sikapnya menggunakan kekuasaan sebagai ketua dewan. “Itu seperti komedi karena sangat menggelikan. Ketua Dewan seharusnya memposisikan dirinya sebagai hakim ketika dia tidak memiliki kekuasaan hukum,” pakar menteri bidang hukum Mohamed Nazi Abdul Aziz kepada the New Straits Times.
Tetapi Mohammad Agus Yusoff, pakar politik dari Universitas Nasional Malaysia, mengungkapkan Sivakumar memiliki kekuasaan untuk melarang anggotanya mengikuti rapat dengan menteri besar dan kabinetnya. “Posisi ketua dewan sangatlah berkuasa,” paparnya.
Dia juga menambahkan bahwa kekisruhan politik Malaysia justru berujung dengan tidak selesainya penuntasan krisis ekonomi. Ujung-ujungnya, terjadi krisis konstitusi di Negara Bagian Perak. “Krisi itu dapat melebar menjadi krisis politik yang lebih luas, dan menciptakan instabilitas bertepat pada krisis resesi global,” paparnya. (AFP/NST/MK/andika hm)
Komentar